Thanks for coming to my blog! I hope we can share and learn in this blog.. ^_^,

Selasa, 16 Agustus 2016

Scammer Cinta Dunia Maya


Minggu lalu, saya sempat menghapus postingan yang baru saya publish. Ya, postingan puisi tentang saya yang hampir saja "dilamar".

Apa yang saya tulis tersebut, setelah saya renungi, bukanlah diri saya yang sesungguhnya. Setelah saya bermunajat pada Allah pasca insiden itu, saya akhirnya sadar. Wiii.......wake up! Dia bukanlah yang terbaik untukmu. Beruntunglah kau mampu menolaknya dengan keraguanmu!

Ini mudah-mudahan dapat menjadi pelajaran untuk para perempuan. Sungguh, saya membagikan kisah ini hanya untuk bahan introspeksi dan kewaspadaan bagi teman-teman. Selebihnya, tak ada maksud apapun. Selagi masih bisa menolong diri, kenapa nggak sekalian sharing ke orang lain?


Well, belum lama ini, salah satu kerabat keluarga kami datang silaturahmi ke rumah. Ternyata istri beliau (yang saya panggil Mbah tapi aslinya masih muda), kemudian memperkenalkan saya dengan seorang laki-laki, kenalannya lewat forum BBM. Dari fotonya, saya jamin 1000% bahkan lebih, para perempuan bakal klepek-klepek liatnya. Tapi, saya sudah tak lagi mempersoalkan aapalagi mengelu-elukan masalah fisik. Mau dia setampan apapun, saya tak peduli.

Saat itu, memang saya hanya melihat fotonya. Kedua orangtua juga telah diceritakan oleh kerabat kami itu. Dan, ada sebuah sinyal dari ortu bahwa mereka semacam mulai memberikan izin atau pintu hijau untuk memiliki pendamping hidup (menikah). Ya, saya akui, memang tak pernah didekati oleh laki-laki lagi. Bukan karena kuper atau faktor lain, tapi saya cenderung membatasinya sendiri.

Bapak saya pun semacam setuju jika saja pria yang mengaku bekerja sebagai pilot itu melamar saya (jika memang saat perkenalan nanti kami cocok). Lalu, saya coba saja bertukar nomor ponsel melalui perantara Mbah muda saya itu. Oke, pria itupun mulai mengontak saya. Berkenalan biasa. Ya, saya jawab. Saya sadar bahwa cara ini kurang baik. Kurang ahsan, meski memang ada Mbah muda saya yang jadi perantara dalam setiap komunikasi kami.

Saya memang belum memasukkan pria itu ke dalam pintu hati. Hanya saya letakkan jauh beberapa meter dari "pintu" hati itu. Saya pun juga tipe perempuan yang amat sulit untuk menyukai, mengagumi apalagi sampai mencintai seorang pria. Akhirnya, saya putuskan untuk menyelidiki sekaligus mengujinya. Ya, sang pilot terdengar sangat serius dan yakin. Dia bahkan ingin melamar dan menikahi saya tahun ini juga jika memang perkenalan kami berjalan lancar. Sebelumnya, saya memang menawarkannya untuk ta'aruf tapi nanti. Namun, karena dia ingin mengajukan cuti untuk bertemu segera, saya jadi sangsi. Semudah itukah seorang pilot mengajukan cuti? Lalu, dia pun menjelaskan syarat cutinya. Ya Rabb, sulit. Tapi, lagi-lagi saya merasa banyak meragu dengan semua hal tentang dirinya, profilnya dan salah satu insiden yang tidak bisa saya ceritakan di sini. Itulah yang menghalangi niat kami untuk bertemu.

Saya pun meminta bantuan pada teman-teman terdekat, curhat kepada mereka tentang masalah ini. Akhirnya, petunjuk Allah pun tampaknya datang. Saya memang bukannya su'udzan, tapi karena keraguan semakin membesar, maka saya sangat yakin, harus waspada terhadap dirinya dan beberapa hal mengenai dirinya yang tampak simpang siur serta tak logis.

Lalu, setelah pembicaraan saya, dia dan Mbah muda saya di telepon berujung kerumitan dan ketidaklogisan dari pihak pria itu. Finally, saya putuskan untuk tidak melanjutkan niat untuk ta'aruf dengannya. Lalu, seorang kakak tingkat yang saya mintai saran untuk menjadi murabbi saya pun menolak. Ya, mungkin inilah pertanda dari Allah agar saya tidak meneruskan dan membukakan harapan terhadap pria itu.

Saya juga tak bisa menilai. Biarlah Allah yang menilai keseriusan dan kejujuran pria itu pada saya awalnya. Dari lidadhnya, mungkin dia boleh berkata jujur dengan menggunakan dalil-dalil Al-Qur'an. Saya terima penjelasannya. Tapi, hati saya tak bisa menerima ketidaklogisan dari pemikirannya tersebut. Kalau memang dia bersungguh-sungguh, tentunya dia tidak akan mungkin memberatkan saya dengan segala macam embel-embel. Hello, ketemu langsung juga belum, kenapa lantas tahu-tahu langsung bahas hal-hal yang sangat gak logis dan riskan seperti itu? (Maaf ya saya tak bisa menjelaskan perkaranya).

Pria itupun sempat bilang memang, kalau tak sanggup, dibatalkan saja rencana ta'aruf ini. Saya jadi berpikir kembali, laah, kok jadi seolah-olah saya yang jadi "terdakwa" yang harus memutuskan segala sesuatunya? Saya awalnya, mencoba ngikutin ke arah mana pemikirannya, coba mengiyakan walau sesungguhnya hati saya benar-benar menolak keras. Saya lelah. Saya pun menyudahi semuanya.

Kemudian, saya diamkan. Saya tak lagi menggubris teleponnya. Mbah muda saya pun mulai mengontak saya dan beliau tampaknya juga sama ragunya dengan saya. Oke fine. Semua udah terbongkar, udah jelas. Ya Rabb, terima kasih kepada-Nya yang telah menyelamatkan saya dari ketidaknyamanan ini.

Nah, mungkin cukup sekian penggalan cerita saya ini. Yang jadi pelajarannya adalah, jangan pernah lupa untuk selalu memasang alarm dan jangan lupa untuk terus istikharah ketika sedang didekati seorang pria atau hendak dilamar.

Saran saya sih, jangan mudah percaya. Selidiki dulu segala hal mengenai pria tersebut sedetil-detilnya. Jangan sampai ada yang terlewat. Ketika sudah yakin, mungkin kalian bisa meminta untuk bertemu, tapi jangan naruh hati padanya dulu.

Sebagai perempuan, kita ini bisa jadi terlalu mudah dipengaruhi melalui perasaan. Sebab, itulah kelemahan sekaligus kelebihan seorang perempuan. Jadi, seperti yang pernah saya bilang pada postingan lawas, seimbangkanlah logika dan perasaan kita.

Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya dan membimbing kita untuk meraih cinta sejati dari-Nya dengan cara yang ahsan, di waktu dan tempat yang tepat.

Saya tahu, orangtua saya mungkin akan kecewa. Itulah sebabnya, saya tidak ingin menceritakan perkara ini pada mereka agar mereka tidak menaruh harapan terhadap perkenalan saya dengan pria itu yang berujung seperti ini. Bagi, saya, biarlah saja saya yang kecewa di awal, daripada menyesal di akhir. Nggak akan tahu kan kalau misalnya saya tetep keukeuh dalam urusan ini lalu menikah dengannya tapi Allah ternyata nggak ridha. Saya nggak bisa ngebayangin betapa semakin bertumpuknya kekecewaan demi kekecewaan itu nantinya. Saya pun juga tidak ingin membuat orangtua saya kecewa dengan pilihan saya.

Biarlah
Biarlah seperti ini
Saya tak mengapa
Malah merasa bersyukur
Dengan begini, saya dapat belajar
Mungkin kemarin saya sedang kufur,
makanya Allah memberi ujian pada hati saya lagi
Tapi, sekarang...
berkat keraguan yang besar itu,
saya merasa hati saya sangat lega sepenuhnya
Saya bahagia
Saya harus memperbaiki diri lagi
agar pria yang datang selanjutnya akan lebih baik lagi
dan benar-benar pantas untuk menikah dengan saya
Saya yakin, Allah pasti akan memberikan
jika saya pun mau berusaha

Ya Rabb, lindungilah kami

:)